Minggu, 18 Januari 2015

PENGALAMAN DIDIDIK DENGAN PENGGARIS


Columbus, 13 Januari 2015

Hari ini saya mengikuti salah satu kelas yang merupakan kelas wajib di Spring 2015. Satu contoh yang dipaparkan dan menurut saya hal tersebut mengingatkan saya kepada kenangan saya waktu duduk di SD. Pengalaman dididik! Ya, ada satu  pengalaman yang ingin saya bagikan dan mungkin Anda akan tertawa.

Waktu itu saya baru memasuki minggu pertama di kelas 1 SD. Sebagai siswa baru, saya berusaha mengikuti setiap materi yang diajarkan di kelas. Sampai tiba waktunya pelajaran agama dimulai. Mayoritas agama yang dianut oleh siswa di kelas tersebut adalah muslim. Waktu itu guru saya mengajarkan materi tentang bagaimana membaca Al Qur’an. Beliau membaca terlebih dahulu dan para siswa mengikuti. Jaman dulu, guru-guru selalu menggunakan penggaris untuk menunjuk hal yang sedang dijelaskan di papan. Penggaris tersebut berguna sebagai alat untuk menunjukkan hal yang sedang dijelaskan.

Ketika membaca Al Qur’an, para siswa sangat aktif mengikuti apa yang dikatakan oleh guru tersebut, kecuali saya. Saya hanya diam dan melihat kegiatan belajar, sampai-sampai…….”tok”!! terdengar suara penggaris yang cukup keras. Ternyata penggaris tersebut mendarat di kepala saya. Saya pun yang waktu itu berusia 7 tahun hanya bisa berkaca-kaca selama beberapa menit. Guru saya bertanya, “kenapa kamu diam saja? Lihat teman-temanmu yang aktif membaca Al Qur’an.” Saya menjawab, “saya bukan muslim Pak.” Mendengar penjelasan saya, sang guru tersenyum saja. Tidak ada kata maaf yang saya dengar dari beliau.

Saya memang tidak mengharapkan kata maaf karena waktu itu saya hanya berpikir bahwa seorang siswa harus mengikuti apa yang guru katakan. Namun sekarang saya menyadari bahwa menjadi guru itu merupakan salah satu model bagi peserta didik. Seorang guru yang berkata maaf kepada muridya tidak akan kehilangan rasa hormat melainkan dapat menjadi contoh bagi peserta didik tentang bagaimana mempertanggung jawabkan apa yang diperbuat.


Semoga dunia pendidikan dapat lebih baik dengan memahami apa arti mengajar sebenarnya.

Sabtu, 10 Januari 2015

BAGAIMANA SIKAPKU KETIKA BELAJAR....?

Columbus 9 Januari 2015


Setelah berakhirnya Fall 2014, maka saya pun menunggu nilai pada semester tersebut. Saya memang sedikit cuwek dengan hasilnya karena yang terpenting buat saya adalah proses yang sudah saya lalui dan saya telah berusaha melalui prosesnya.

Di satu kesempatan, salah satu teman saya, Paul, mengajak saya untuk chating. Saya menjawab iya karena waktu itu saya memiliki waktu senggang. Salah satu topik yang sedang kita bahas saat itu adalah hasil perolehan nilai di Fall 2014. Teman saya bertanya secara halus dengan nada meminta ijin, “Mbak, IP mu rahasia nggak? Kalo rahasia, aku bisa menjaganya untukmu!” Saya menjawab setelah beberapa saat berusaha untuk tidak mengatakan IP saya secara langsung, “lumayan si meski gak bagus-bagus amat, hehe”. Nampaknya obrolan kami berlanjut sampai akhirnya kami mengetahui IP masing-masing. Teman saya sedikit tersenyum (melihat ekspresi stiker yang dikirimkan ke saya) setelah mengetahui bahwa IP saya lebih memenuhi syarat untuk mendaftar pekerjaan  yang dia inginkan jika dibandingkan dengan IP yang dia miliki, hehe. Obrolan kita berlanjut sampai akhirnya dia menjelaskan bahwa untuk menjadi salah satu pengajar di UPH Jakarta, harus ada nilai minimum yang terpenuhi dan nampaknya, nilai teman saya belum mencapai seperti yang dipersyaratkan.

Saya pun bercerita kepada teman saya bahwa sejauh ini yang terpenting buat saya adalah proses yang saya alami. Proses tersebut membuat kita tahu sikap hidup bagaimana yang harus kita miliki ketika mempelajari suatu pengetahuan. Bahwa sikap yang harus kita miliki adalah sikap yang mau untuk belajar atau mengembangkan ilmu yang kita pelajari selama ini.

Teman saya kemudian menanggapi bahwa selama ini dia berpendapat, nilai tinggi adalah yang paling utama karena dengan nilai tinggi yang dapat diperoleh seseorang, maka akan memudahkan orang tersebut mencapai apa yang dicita-citakan. Teman saya menulis  kepada saya, “Awalx sy pikir, IP ITU YG TERUTAMA, Mati matian belajar, demi IP YG BAIK, Bagaimanapun carax, ip harus bagus, There were so many sleepless night..... Demi ip. Demi pengetahuan hanyalah nomor 2. ………Salah ya"! Aku
Saya membagikan pendapat saya bahwa dia tidak salah. Mungkin karena lingkungan kita yang mempengaruhi pemikiran kita.  Selama ini banyak dari orang tua yang menuntut nilai tinggi kepada anak, tapi mungkin mereka melupakan pentingnya pemahaman ilmu yang sedang dipelajari (ini adalah salah satu contoh yang saya ambil dari pengalaman saya mengajar salah satu siswa SD kelas 3. Sang orang tua begitu marah luar biasa ketika mengetahui anaknya mendapat nilai di bawah standar. Yang saya lihat, orang tua tersebut kurang begitu memfokuskan pentingnya pengaplikasian pengetahuan yang didapat oleh anak dalam kehidupan sehari-hari, melainkan lebih kepada hasil akhir.). Teman saya merespon dengan berkata, “Tp tetap aja, ip ku masih rendah”. Saya kembali menjawab bahwa setelah kita melihat dunia yang lebih luas, kita menjadi tahu apa saya yang lebih penting untuk diutamakan dan mana yang harus lebih ditingkatkan. Ketika memiliki banyak pengalaman akan pentingnya belajar dan berinteraksi dengan orang, hal tersebut dapat membuat kita memahami bahwa belajar untuk menjadi seorang yang berhasil itu tidak hanya dilihat dari hasil akhirnya saja melainkan dari proses yang dialami seseorang.


Memang tidak ada salahnya untuk mencapai nilai yang setinggi-tingginya, namun juga jangan lupa bahwa proses belajar itu tidak hanya dinilai dari hasil akhir melainkan juga proses yang kita lalui. Proses tersebut menjadikan kita untuk memahami sikap hidup yang harus kita pahami ketika berada dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh sikap yang mungkin dapat dipelajari adalah keinginan untuk terus belajar. Belajar untuk mengembangkan pengetahuan yang kita pelajari selama ini untuk hal yang bermanfaat bagi diri kita dan lingkungan sekitar. Jadi, setelah kita mendapatkan nilai yang tinggi, akan lebih baik jika kita tidak berhenti sampai di situ, melainkan kita mau untuk terus mencari tahu lebih dalam akan hal yang kita pelajari. Jika ingin menjadi orang sukses, jangan berhenti untuk mengembangkan ilmu yang telah didapat selama ini dan jangan mudah menyerah dengan tantangan yang sedang dihadapi.