Rabu, 18 Juni 2014

SIKAP ALA INDONESIA 3-KEJUJURAN

Madiun, 31 Mei 2014

Menjelang akhir pekan saya menyempatkan pergi ke rumah salah satu saudara yang ada di Madiun, Jawa Timur. Tidak menyangka, saya mengalami suatu kejadian yang bisa dibilang Indonesia bangeeeetzzzz.

Mental orang Indonesia pada umumnya masih sibuk untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu memang sah-sah saja dilakukan asal tidak melanggar setiap aturan dan norma yang berlaku di masyarakat Indonesia. Dari terminal Bungurasih Surabaya, seorang sopir dengan lantang meneriakkan suara “Ponorogo…Ponorogo….”. Setelah sempat beberapa kali naik turun bus ekonomi karena kondisi yang sudah penuh, akhirnya saya memutuskan untuk naik bus patas yang ditawarkan oleh sang supir tadi. Saya pun menunggu dengan cukup lama, hampir lebih dari satu jam. Maklum saja karena hari itu long weekend. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya bus yang saya tumpangi itu mulai berangkat menuju kota Ponorogo sesuai dengan apa yang diteriakkan sang sopir di awal. Setelah lebih dari 3 jam di bus, sekitar pukul 1 dini hari, sampailah saya di kota Madiun. Saya tersadar dari tidur karena sang sopir menghentikan bus tersebut tepat di terminal Madiun dan dengan tegas mengatakan bahwa Madiun adalah pemberhentian terakhir. Sontak saja, sisa penumpang yang masih sekitar 10 orang dengan tujuan ponorogo mulai merasa kesal dengan apa yang telah diperbuat sang supir.
Karena memang sudah menjadi pemberhentian terakhir, seluruh penumpang pun turun. Tidak terima dengan apa yang dilakukan sang supir bus, salah seorang penumpang paruh baya mulai memprotes apa yang telah dilakukan supir tersebut. Dengan nada kesal, marah dan tangan menunjuk ke muka sang supir yang 10 tahun lebih tua dari laki-laki tersebut,  dia pun mulai mengadukan kejadian yang dialami kepada petugas peron. Sempat juga saya mendengar nada ancaman dari pria paruh baya bahwa kejadian tersebut akan dilaporkan kepada perusahaan tempat dimana sang supir bekerja. Namun tak lama kemudian sang sopir bersama kondekturnya pergi melarikan diri meninggalkan terminal tanpa rasa tanggungjawab.
Kejadian tersebut membuat saya berpikir:
Kenapa sang sopir tidak bertanggung jawab?
Kenapa berbohong kepada penumpang dengan trik akan membawa bus ke kota tujuan Ponorogo?
Kenapa mental yang dimiliki adalah mental pembohong?
Saya pun mulai mengira-ngira jawaban, ya karena gaji yang didapatkan itu mungkin masih belum cukup. Mungkin juga rasa untuk menambahkan rejeki di hari itu kurang. Atau cara tersebut bisa dibilang sah-sah saja dilakukan karena banyak penumpang yang hanya akan merasa kesal dalam hati. Ternyata, sopir itu telah berkorupsi! Korupsi tanggung jawab dengan niatan mendapatkan keuntungan. Seandainya mental yang dimiliki masyarakat Indonesia adalah “JIKA SESUATU TERJADI, ITU KARENA SAYA”, wah, akan banyak sekali pihak yang merasa dihormati dan keinginan untuk sama-sama maju.

Senin, 02 Juni 2014

Pre-Departure Orientation (PDO)



Puncu, 17 Mei 2014
Pada tanggal 6-7 Mei 2014 tiba saatnya saya mengikuti PDO yang sedikit lebih dekat menuju keberangkatan saya ke US. PDO tersebut dilaksanakan seperti tahun lalu di Hotel Cemara, Jakarta Pusat selama dua hari. Kegiatan yang diadakan sangat seru sih, dengan dua garis besar, yaitu bekal keberangkatan dan sharing bersama alumni tentang pengalaman yang telah didapat.
Hari pertama merupakan hari dimana para scholars diberikan wawasan tentang aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai seorang USAID scholarship PRESTASI program. Tentunya, masing-masing scholar berhak untuk mendapatkan biaya asuransi kesehatan selama di US dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, biaya tiket pergi pulang selama sekali gratis, biaya buku dan seminar, biaya hidup per bulan yang besarnya disesuaikan dengan standar hidup di kota masing-masing. Untuk hal yang tidak boleh dilakukan adalah bekerja dengan mendapatkan gaji. Jika hal tersebut dilanggar maka sebagai konsekuensinya adalah scholars akan dikurangi biaya tinggalnya sebesar gaji yang diterima selama mereka bekerja.
Pada satu kesempatan di sore hari, saya bersama dengan teman-teman menyempatkan diri untuk mencari makan malam di Jalan Jaksa. Daerah yang terkenal dengan tempat tinggal para pendatang (bule) selama beberapa waktu yang relatif singkat. Kami memesan sup ceker ayam dengan segelas es jeruk. Harganya yang lumayan murah dengan rasa yang mak nyuuus.
Selain pemaparan beberapa aturan, masing-masing bidang diwajibkan untuk menampilkan sebuah pertunjukan. Waktu itu bidang saya (education) menampilkan mini drama dengan menggunakan pakaian adat lengkap dari masing-masing daerah. Meski tidak berhasil mendapatkan peringkat pertama, namun saya beserta teman-teman merasa cukup puas karena ada bekal keterampilan yang dapat kita bawa ketika di US nantinya. Ada yang bisa menyanyi, menari, berpuisi, dan memainkan alat musik biola. Keanekaragaman yang saya lihat waktu itu seperti sebuah miniatur kecil yang menggambarkan keragaman bangsa Indonesia yang dapat ditampilkan di kancah internasional. Semoga dengan adanya pertunjukan tersebut, kita dapat menggali potensi masing-masing yang ada pada setiap kita.