Madiun, 31
Mei 2014
Menjelang
akhir pekan saya menyempatkan pergi ke rumah salah satu saudara yang ada di
Madiun, Jawa Timur. Tidak menyangka, saya mengalami suatu kejadian yang bisa
dibilang Indonesia bangeeeetzzzz.
Mental orang
Indonesia pada umumnya masih sibuk untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu memang
sah-sah saja dilakukan asal tidak melanggar setiap aturan dan norma yang berlaku
di masyarakat Indonesia. Dari terminal Bungurasih Surabaya, seorang sopir
dengan lantang meneriakkan suara “Ponorogo…Ponorogo….”. Setelah sempat beberapa
kali naik turun bus ekonomi karena kondisi yang sudah penuh, akhirnya saya
memutuskan untuk naik bus patas yang ditawarkan oleh sang supir tadi. Saya pun
menunggu dengan cukup lama, hampir lebih dari satu jam. Maklum saja karena hari
itu long weekend. Setelah sekian lama
menunggu, akhirnya bus yang saya tumpangi itu mulai berangkat menuju kota
Ponorogo sesuai dengan apa yang diteriakkan sang sopir di awal. Setelah lebih
dari 3 jam di bus, sekitar pukul 1 dini hari, sampailah saya di kota Madiun.
Saya tersadar dari tidur karena sang sopir menghentikan bus tersebut tepat di
terminal Madiun dan dengan tegas mengatakan bahwa Madiun adalah pemberhentian
terakhir. Sontak saja, sisa penumpang yang masih sekitar 10 orang dengan tujuan
ponorogo mulai merasa kesal dengan apa yang telah diperbuat sang supir.
Karena
memang sudah menjadi pemberhentian terakhir, seluruh penumpang pun turun. Tidak
terima dengan apa yang dilakukan sang supir bus, salah seorang penumpang paruh
baya mulai memprotes apa yang telah dilakukan supir tersebut. Dengan nada
kesal, marah dan tangan menunjuk ke muka sang supir yang 10 tahun lebih tua
dari laki-laki tersebut, dia pun mulai
mengadukan kejadian yang dialami kepada petugas peron. Sempat juga saya
mendengar nada ancaman dari pria paruh baya bahwa kejadian tersebut akan
dilaporkan kepada perusahaan tempat dimana sang supir bekerja. Namun tak lama kemudian
sang sopir bersama kondekturnya pergi melarikan diri meninggalkan terminal
tanpa rasa tanggungjawab.
Kejadian
tersebut membuat saya berpikir:
Kenapa sang sopir tidak bertanggung jawab?
Kenapa berbohong kepada penumpang dengan trik akan membawa
bus ke kota tujuan Ponorogo?
Kenapa mental yang dimiliki adalah mental pembohong?
Saya pun
mulai mengira-ngira jawaban, ya karena gaji yang didapatkan itu mungkin masih
belum cukup. Mungkin juga rasa untuk menambahkan rejeki di hari itu kurang.
Atau cara tersebut bisa dibilang sah-sah saja dilakukan karena banyak penumpang
yang hanya akan merasa kesal dalam hati. Ternyata, sopir itu telah berkorupsi!
Korupsi tanggung jawab dengan niatan mendapatkan keuntungan. Seandainya mental
yang dimiliki masyarakat Indonesia adalah “JIKA SESUATU TERJADI, ITU KARENA
SAYA”, wah, akan banyak sekali pihak yang merasa dihormati dan keinginan untuk
sama-sama maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar