Paseban, Salemba Jakarta 23 Oktober 2013.
Melalui
kelas EAP ini saya belajar banyak hal termasuk kemampuan menulis di bidang
akademik. Waktu itu, seorang tutor bernama pak Made bercerita banyak hal
tentang kebiasaan orang Indonesia yang diangap menakutkan bagi sebagian orang asing.
Banyak
dari kita merasa antusias ketika melihat orang bule. Orang-orang biasanya
menunjukkan berbagai macam reaksi seperti meminta foto, ini adalah reaksi yang
sangat umum terjadi. Sebagian orang melakukan hal tersebut karena mereka ingin
memiliki kenang-kenangan dengan orang bule yang notabene tidak seperti orang
Indonesia pada umumnya, secara fisik. Dengan kulit yang putih, mata yang
berwarna hijau atau biru, rambut blonde dan badan yang tinggi, membuat orang
Indonesia begitu antusias untuk menjadi yang pertama dalam mengajak sang bule
berfoto. Selain itu, banyak juga yang beralasan bahwa mereka ingin mempraktikan
bahasa Inggris ketika mereka meminta foto. Kenyataannya, orang bule biasanya
merasa terganggu dan terhina ketika seseorang meminta foto dengan alasan seperti
yang saya sebutkan di atas. Mereka beranggapan bahwa, waw... you insult me.
Namun ada juga beberapa orang asing yang memang ramah dan dengan senang hati
diajak untuk berfoto. Yah semua itu tergantung orangnya. Namun memang tidak
bisa dipungkiri bahwa mayoritas orang bule akan marah ketika diajak berfoto
dengan alasan yang kurang sopan. Jadi, tetap harus jaga kesopanan karena
berfotopun membawa nama bangsa Indonesia.hehehehe
Selain
itu, kami satu kelas juga bercerita tentang sistem penerbitan buku di
Indonesia. Seperti diketahui bahwa setiap orang bisa saja menerbitkan buku
dengan karangan mereka ketika mereka memiliki biaya yang cukup. Mungkin saja
buku-buku tersebut kurang disiplin dalam melalui tahap pengeditan atau malah
tidak sama sekali melalui tahap tersebut. Well, itulah yang terjadi di dunia
penerbitan. Jika dibandingkan dengan sistem penerbitan di luar negeri, menurut
penjelasan Pak Made, sistemnya memang
lebih rumit dan tingkat kelayakan sebuah buku untuk diterbitkan memang sangat
diperhatika. Misalnya, buku Harry Potter yang mengalami penolakan beberapa kali
sebelum akhirnya berhasil diterima oleh seorang penerbit dan menjadi karya yang
sangat dikagumi banyak orang. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa kita
memang masih harus belajar banak hal tentang kelayakan suatu karya. Meski
banyak juga orang yang beranggapan bahwa karya itu tidak dapat dibatasi namun
dalam melakukan penerbitan hendaknya karya tersebut juga harus melalui sebuah
tahap kelayakan untuk dapat dinikmati masyarakat umum. Amat terlebih jika karya
tersebut berkaitan dengan dunia akademik. Penulisan dan sumber-sumber yang ada
dalam sebuah buku harus dapat dipertanggungjawabkan karena hal tersebut akan dijadikan
sumber pula bagi para peneliti lain di masa depan.
Buat
saya, pengalaman berdiskusi dengan Pak Made dan teman-teman saya di kelas A
sungguh suatu kesempatan yang luar biasa. Saya dapat dipertemukan dengan
orang-orang hebat. Selain itu saya juga mendapat banyak inspirasi dari
teman-teman seluruh Indonesia untuk membentuk visi saya bagi bangsa ini.
Sukses buat kita semua dan juga para pembaca tentunya,
yang sudah membaca blog saya.
Bless you....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar